Minggu, 18 September 2011

Pesan dari Rudy Hartono Kurniawan, Raja Turnamen All England



Minta Pemain Jangan Terlalu Dimanja

Delapan kali menjadi juara tunggal pria All England, tujuh kali di antaranya diraih secara beruntun, membuat nama Rudy Hartono Kurniawan dikenang sepanjang masa. Rekor fantastis itu belum tumbang hingga kini.

Tidak mudah bertatap muka dengan Rudy Hartono Kurniawan. Kesibukan sebagai komisaris perusahaan oli terkemuka dan PB Jaya Raya membuatnya memilih diwawancarai melalui telepon. ''Tak usah bertemu, di sini saja melalui telepon. Lagi pula, lebih baik memakai foto saya waktu muda, kan,'' kata dia yang lebih dikenal dengan Rudy Hartono itu.

Saat perbincangan mengalir ke All England, angannya segera lari ke even yang disebut-sebut sebagai kejuaraan bulutangkis tertua di dunia tersebut dua tahun lalu. Itu merupakan kali terakhir Rudy merasakan langsung atmosfer All England untuk mengikuti rapat Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).

Rudy masih menjabat sebagai pengurus BWF waktu itu. Sebagai pengurus dan pengoleksi gelar juara tunggal pria All England terbanyak, dia diberi kehormatan mengalungkan medali kepada jawara. ''Sayang, yang juara tidak berasal dari Indonesia,'' kenang dia.

Adalah pemain asal Tiongkok Lin Dan yang sukses mengantongi gelar juara setelah mengandaskan wakil Korea Selatan Lee Hyun-il dengan skor 15-7, 15-7 di final. Padahal, dia selalu menanti datangnya Maret dengan perasaan berbeda. ''Saya selalu menanti dengan harap-harap cemas ada juara All England lagi di ganda pria,'' ungkapnya

Kekecewaannya berlanjut karena hingga kini gelar juara tunggal pria tak lagi dituai oleh wakil Merah Putih. Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro harus menyerah kepada lawan-lawannya di perempat final edisi 2008. Menurut Rudy, kegagalan para pemain itu turut disebabkan oleh tak adanya prioritas kejuaraan yang bakal diikuti. ''Giliran di All England, beberapa pemain sudah mengalami antiklimaks karena jenuh dengan pertandingan-pertandingan sebelumnya,'' tutur pria yang dilahirkan di Surabaya, 18 Agustus 1949, tersebut.

Seharusnya, lanjut dia, para pemain meningkatkan persiapan teknik dan fisik dengan porsi lebih banyak daripada menghadapi kejuaraan lain kalau ingin menuai hasil manis. Sayang, dia melihat para pemain era sekarang dengan berani mematok target, tetapi tak mau melakoni latihan keras untuk mendapatkan hasil maksimal.

Kondisi itu sangat berbeda dengan masa yang telah dilaluinya. Tanpa didampingi oleh pelatih, Rudy tak sekadar mematok target khusus di berbagai kejuaraan perorangan, terutama All England. Tetapi, dia juga berlatih istimewa untuk menghadapi kejuaraan tersebut.

''All England benar-benar saya siapkan dengan baik. Bahkan, enam bulan sebelumnya, saya berlatih khusus untuk itu. Kami bukan Superman. Kalau ada kemauan, harus bekerja keras juga. Selain itu, tak lupa dengan kondisi diri,'' tuturnya.

Keprihatinan dia cukup beralasan. Rudy adalah pemain yang menuai delapan kali juara tunggal pria. Tujuh kali di antaranya diraih secara berturut-turut pada 1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973, dan 1974. Yang kedelapan diraih pada 1976. Karirnya makin moncer setelah bergabung dengan pusat pelatihan nasional untuk Thomas Cup. Setahun kemudian, pada usia 18 tahun, dia meraih juara untuk kali pertama di kejuaraan All England dengan mengalahkan pemain Malaysia Tan Aik Huang. Skor yang diraih saat itu adalah 15-12, 15-9.

Sayang, suaranya tak lagi didengarkan oleh para pemain maupun pengurus PB PBSI kini. Memang, dia hanya menjabat sebagai penasihat PB PBSI. Maka, dia enggan membeberkan harapan kepada otoritas tertinggi olahraga tepok bulu tanah air itu.

''Jangan memanjakan pemain. Mereka harus bertanggung jawab dengan prestasi masing-masing. Jangan lupa, mereka mengikuti turnamen dengan masih memakai uang negara,'' ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar