Minggu, 18 September 2011

RUDI HARTONO



Masa Kecil

Rudy Hartono adalah anak ketiga dari 9 bersaudara yang lahir dari pasangan Zulkarnain Kurniawan. Orang tua Rudy tinggal di Jalan Kaliasin 49 (sekarang Jalan Basuki Rahmat), Surabaya, Jawa Timur dan bekerja sebagai penjahit pakaian pria. Selain itu orang tua Rudy juga mempunyai usaha pemrosesan susu sapi di Wonokromo, Jawa Timur.

Seperti anak-anak seumuran lainnya, Rudy kecil juga tertarik dengan berbagai macam olahraga sejak SD, terutama atletik dan renang. Pada masa SMP dia juga berkecimpung di olahraga bola voli dan pada masa SMA dia juga adalah pemain sepakbola yang handal. Tapi dari semua olahraga yang dia ikuti, keinginan terbesarnya akhirnya hanya jatuh pada permainan bulutangkis. Pada usia 9 tahun, Rudy kecil sudah menunjukkan bakatnya di bulutangkis. Tetapi ayahnya baru menyadarinya ketika Rudi sudah berumur 11 tahun. Sebelum itu Rudy hanya berlatih di jalan raya aspal di depan kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya dikenal dengan Jalan Gemblongan -- ditulis oleh Rudy Hartono dalam bukunya Rajawali Dengan Jurus Padi (1986). Rudy berlatih hanya pada hari Minggu, dari pagi hari hingga pukul 10 malam. Setelah merasa cukup, Rudy memutuskan utuk mengikuti kompetisi-kompetisi kecil yang ada di sekitar Surabaya yang pada masa itu biasanya hanya diterangi oleh sinar lampu petromax.

Setelah ayahnya menyadari bakat anaknya, maka Rudy kecil mulai dilatih secara sistematik pada Asosiasi Bulutangkis Oke dengan pola latihan yang telah ditentukan oleh ayahnya. Sekedar informasi, ayah Rudy juga pernah menjadi pemain bulutangkis di masa mudanya. Zulkarnain pernah bermain di kompetisi kelas utama di Surabaya. Zulkarnain pertama kalinya bermain untuk Asosiasi Bulutangkis Oke yang dia dirikan sendiri pada tahun 1951. Di asosiasi ini ayah Rudy juga melatih para pemain muda. Program kepelatihannya ditekankan pada empat hal utama yaitu: kecepatan, pengaturan nafas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput target. Tidak mengherankan banyak program kepelatihannya lebih menekankan pada sisi atletik, seperti lari jarak panjang dan pendek dan juga latihan melompat (high jump).

Ketika Rudy mulai berlatih di Asosiasi yang dimiliki ayah pada saat itulah Rudy merasakan latihan profesional yang sesungguhnya. Pada saat itu asosiasi tempat ayah Rudy melatih hanya mempunyai ruangan latihan di gudang gerbong kereta api di PJKA Karangmenjangan. Dengan kondisi seperti itu Rudy tetap berlatih dengan bersemangat bahkan dia merasa bahwa tempat latihan ayahnya jauh lebih baik dari tempat latihan sebelumnya karena ruangan gedung telah memakai cahaya lampu listrik sehingga dia bisa tetap berlatih dengan maksimal sampai malam hari. Selain itu lapangan yang disediakan juga lebih baik dibanding sebelumnya dan juga ada kantin yang berada di samping gedung latihan.

Awal Karir Profesional

Setelah beberapa lama bergabung dengan grup ayahnya, akhirnya Rudy memutuskan untuk pindah ke grup bulutangkis yang lebih besar yaitu Grup Rajawali, grup yang telah melahirkan banyak pemain bulutangkis dunia. Pada awal dia bergabung dengan grup ini, Rudy merasa sudah menemukan grup terbaik untuk mengembangkan bakat bulutangkisnya. Akan tetapi setelah berdiskusi dengan ayahnya, Rudy mengakui bahwa jika dia ingin karirnya di bulutangkis meningkat maka dia harus pindah ke tempat latihan yang lebih baik, oleh sebab itu Rudy memutuskan untuk pindah pada Pusat Pelatihan Thomas Cup pada akhir tahun 1965. Tak lama setelah itu, penampilan Rudy semakin membaik. Bahkan dia turut ambil bagian dalam memenangkan Thomas Cup untuk Indonesia pada tahun 1967. Pada umur 18 tahun, untuk pertama kalinya Rudy memenangkan titel Juara All England dengan mengalahkan Tan Aik Huang dari Malaysia dengan hasil akhir 15-12 dan 15-9. Setelah itu dia terus memenangkan titel ini sampai dengan tahun 1974.

Penampilan yang memukau dan smash yang mematikan dalam olahraga bulutangkis, membawa ia menjadi juara All England delapan kali dan bersama-sama dengan tim Indonesia memenangkan Thomas Cup pada 1970, 1973, 1976, dan 1979. Atas prestasi itu, nama pria yang suka berdoa saat bertanding ini diabadikan dalam Guiness Book of World Records pada 1982.
Rudy untuk pertama kali memulai program latihannya yang disusun sedemikan rupa. Sebelumnya Rudy lebih banyak berlatih dengan turun ke jalan. Ia berlatih di jalan-jalan beraspal yang seringkali masih kasar dan penuh kerikil, di depan kantor PLN di Surabaya, sebelumnya bernama Jalan Gemblongan. Ia berlatih hanya hari Minggu dari pagi hingga pukul 10.00. Dengan penuh percaya diri, Rudy mulai mengikuti kompetisi di Surabaya, dari kampung ke kampung dalam penerangan petromaks.

Setelah pindah ke Persatuan Bulutangkis Oke yang dimiliki ayahnya, latihannya menjadi lebih sistematis. Ia dilatih di sebuah gudang dekat jalur kereta api di PJKA karangmenjangan. Ia berlatih di sana hingga malam karena ada lampu. Lantainya cukup baik dan dekat dari situ berkumpul para penjual makanan. Bila ia lapar, ia bisa pergi ke sana untuk makan dan minum.
Stuart Wyatt, Presiden dari Asosiasi Bulutangkis Belanda berkata, “Tidak diragukan lagi, Rudy Hartono adalah pemain tunggal terbesar di jamannya. Ia handal dalam segala aspek permainan, kemampuannya, taktiknya, dan semangatnya.” Juara tujuh kali berturut-turut dan yang ke delapan (1968-1976) menjadi bukti akan hal itu.
Rekornya ini merupakah hasil dari kemampuannya yang luar biasa di bidang kecepatan dan kekuatan dalam bermain. Gerakannya nyaris menguasai seluruh area lantai permainan. Ia tahu kapan harus bermain reli atau bermain cepat. Sekali ia melancarkan serangan, lawannya nyaris tidak berkutik. Namanya sudah menjadi jaminan untuk menjadi pemenang, sebab ia hampir tidak pernah kalah. Meski ia sudah mengundurkan diri, banyak orang masih percaya bahwa ia masih bisa menjadi pemenang. Mungkin inilah alasan mengapa orang menjulukinya “Wonderboy”.

Kunci Sukses “Berdoa”

Banyak orang ingin tahu kunci keberhasilannya. Rudi menjawab, “Berdoa.” Dengan berdoa, Rudy memperkuat pikiran dan iman. Berdoa tidak hanya sebelum bertanding, tetapi juga selama bertanding. Itu melibatkan kata-kata atau ekspresi yang akan membangkitkan percaya diri dalam hati dan pikiran.
Untuk setiap poin yang ia peroleh selama bertanding, ia ucapkan terima kasih kepada Tuhan, “Terima kasih Tuhan untuk poin ini.” Dia terus berkata seperti itu hingga skor terakhir dan pertandingan berakhir. Ia mengatakan kebiasaannya ini dalam biografinya yang diedit oleh Alois A. Nugroho. Ia percaya bahwa manusia berusaha namun Tuhan yang memutuskan.
“Saya melakukan itu dalam semua pertandingan besar khususnya All England. Bagi saya ini adalah kenyataan. Kita berusaha tetapi Tuhan yang memutuskan. Saya juga percaya bahwa kalau kita kalah memang sudah ditentukan demikian, dan kalau kita menang, itu juga adalah kehendak Tuhan. Kalah adalah hal yang alami, karena sebagai manusia kita semua pernah mengalami kekalahan. Pemahaman ini akan melepaskan stress selama bertanding, mengurangi ketakutan, dan kegusaran, ” kata Rudy menjelaskan.
Pada tahun 1968 saat pertama kali tampil di All England ia ingin mengikuti jejak Tan Joe Hok. Pada 1969, ia ingin menjadi orang Indonesia pertama yang memenangkan Kejuaraan All England dua kali. Sementara pada 1970, ia ingin memenangkannya untuk ketiga kali. Sebab jika ia tetap mempertahankan sikap ini, ia akan bisa mempertahankan piala yang diraihnya. “Jadi, dalam setiap pertandingan All England, seolah-olah sudah menjadi kewajiban bagi saya untuk terus memecah rekor terus-menerus,” kata pria yang meninggalkan kuliahnya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga demi bulutangkis ini.
Musuh terbesarnya adalah Svend Pri dari Denmark yang mempunyai kemampuan memberi kejutan dan membuat bingung lawan. Sementara Rudy memiliki taktiknya sendiri dengan cara bermain cepat. “Itulah yang saya lakukan dalam bertanding. Untuk menghadapi lawan seperti Svend Pri, Anda tidak bisa memberikan dia kesempatan. Satu kesalahan kecil dan kita berikan dia kesempatan untuk mengolah permainannya, Anda bisa tamat!”
Kini, Rudy tidak lagi mengayunkan raketnya di udara. Faktor usia dan kesehatan membuat ia tidak bisa melakukannya. Sebab sejak ia menjalani operasi jantung di Australia pada 1988, ia hanya bisa berolahraga dengan berjalan kaki di seputar kediamannya. Walaupun demikian, dedikasinya pada bulutangkis tidak pernah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar